KATA
PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena dengan rahmat dan karunia-Nya saya
masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas
yang diberikan sesuai dengan waktu yang diberikan.
BAB I
1.1 Pelapisan Sosial dan Kesamaan Derajat
Seperti
pembahasan sebelumnya yang sudah membahas tentang masyarakat bahwa pengertian
dari masyarakat adalah sekelompok manusia atau individu yang memiliki
norma-norma atau aturan yang ditaati di dalam lingkungannya. Diantara individu
yang satu dengan individu lainnya terdiri dari latar belakang yang berbeda
sehingga membentuk suatu masyarakat heterogen yang terdiri dari
kelompok-kelompok sosial. Dengan adanya kelompok sosial maka akan terbentuk
pula suatu pelapisan sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Pelapisan sosial
atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau
pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat).
Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan
yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut
disebut strata sosial. Sedangkan Kesamaan derajat adalah suatu hubungan timbal
balik yang terjadi antara masyarakat dengan lingkungan di sekitarnya serta
adanya persamaan hak dan kewajiban di antara satu sama lain.
1.2 Pelapisan Sosial
Pelapisan
sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau
pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat). Definisi
sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim A. Sorokin bahwa pelapisan
sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara
bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam
masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap
lapisan tersebut disebut strata sosial. P.J. Bouman menggunakan istilah
tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang
ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu
dan menurut gengsi kemasyarakatan. Istilah stand juga dipakai oleh Max Weber.
Stratifikasi
sosial di dalam masyarakat sering digambarkan sebagai suatu piramida, dimana
lapisan yang bawah adalah paling lebar yang menunjukan individu menengah ke
bawah sedangkan lapisan tengah menunjukan individu menengah atau berkecukupan
dan lapisan yang atas adalah menyempit ke atas menunjukan individu yang
memiliki kemewahan.
Bentuk
perwujudan dari pelapisan sosial di dalam mayarakat diantaranya sebagai berikut
a.
Adanya
kelompok berdasarkan jenis kelamin dan umur dengan perbedaan hak dan kewajiban
b.
Adanya
kelopok-kelompok pemimpin yang saling berpengaruh
c.
Adanya
perbedaan kasta serta perbedaan hukum untuk masing-masing kasta
d.
Adanya
perbedaan standar ekonomi dan di dalam keidaksamaan ekonomi itu secara umum
Dasar-dasar
pembentukan pelapisan sosial
Ukuran atau kriteria yang menonjol atau
dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut.
Ukuran kekayaan
Kekayaan
(materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke
dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling
banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial,
demikian pula sebaliknya, pa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam
lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk
tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya,
maupun kebiasaannya dalam berbelanja.
Ukuran
kehormatan
Ukuran
kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan.
Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari
sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada
masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang
banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang
berprilaku dan berbudi luhur.
Ukuran ilmu
pengetahuan
Ukuran
ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai
ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan
menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang
bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam
gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang,
misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional
seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini
jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu
yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang
tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli
skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.
Terjadinya
Pelapisan Sosial
a.
Terjadi
dengan sendirinya
b.
Terjadi
dengan disengaja
1.3 Kesamaan Derajat
Kesamaan
derajat adalah suatu sifat yang menghubungankan antara manusia dengan
lingkungan masyarakat umumnya timbal balik, maksudnya orang sebagai anggota
masyarakat memiliki hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat maupun terhadap
pemerintah dan Negara. Hak dan kewajiban sangat penting ditetapkan dalam
perundang-undangan atau Konstitusi. Undang-undang itu berlaku bagi semua orang
tanpa terkecuali dalam arti semua orang memiliki kesamaan derajat. Kesamaan
derajat ini terwujud dalam jaminan hak yang diberikan dalam berbagai faktor
kehidupan.
1.4 Elite dan Massa
Dalam masyarakat tertentu ada sebagian
penduduk ikut terlibat dalam kepemimpinan, sebaliknya dalam masyarakat tertentu
penduduk tidak diikut sertakan. Dalam pengertian umum elite menunjukkan
sekelompok orang yang dalam masyarakat menempati kedudukan tinggi. Dalam arti
lebih khusus lagi elite adalah sekelompok orang terkemuka di bidang-bidang
tertentu dan khususnya golongan kecil yang memegang kekuasaan. Istilah massa
dipergunakan untuk menunjukkan suatu pengelompokkan kolektif lain yang
elementer dan spotnan, yang dalam beberapa hal menyerupai crowd,tetapi yang
secara fundamental berbeda dengannyadalam hal-hal yang lain. Massa diwakili
oleh orang-orang yang berperanserta dalam perilaku missal seperti mereka yang
terbangkitkan minatnya oeleh beberap peristiwa nasional, mereka yang menyebar
di berbagai tempat, mereka yang tertarik pada suatu peristiwa pembunuhan sebgai
dibertakan dalam pers atau mereka yang berperanserta dalam suatu migrasi dalam
arti luas.
Fungsi
Elite Dalam Memegang Strategi
Pembedaan
elite dalam memegang strategi secara garis besar adalah sebagai berikut :
a)
Elite politik (elite yang berkuasa dalam
mencapai tujuan).
b) Elite ekonomi, militer, diplomatik dan
c) Elite agama, filsuf, pendidik, dan pemuka
masyarakat.
d) Elite yang dapat memberikan kebutuhan
psikologis, seperti : artis, penulis, tokoh film,
olahragawan
dan tokoh hiburan dan sebagainya.
Elite
dari segala elite dapatlah menjalankan fungsinya fungsinya dengan mengajak para
elite pemegang strategi di tiap bidangnya untuk bekerja sebaik-baiknya. Kecuali
itu dimanapun juga para elite pemegang strategi tersebut memiliki prinsip yang
sama dalam menjalankan fungsi pokok maupun fungsinya yang lain, seperti
memberikan contoh tingkah laku yang baik kepada masyarakatnya, mengkoordinir
serta menciptakan yang harmonis dalam berbagai kegiatan, fungsi pertahanan dan
keamanan, meredakan konflik sosial maupun fisik dan dapat melindungi
masyarakatnya terhadap bahaya dari luar.
Ciri-Ciri
Massa
1.
Keanggotaannya berasal dari semua lapisan masyarakat atau strata sosial,
meliputi
orang-orang
dari berbagai posisi kelas yang berbeda, dari jabatan kecakapan, tignkat
kemakmuran atau kebudayaan yang berbeda-beda. Orang bisa mengenali mereka sebagai
masa misalnya orang-orang yang sedang mengikuti peradilan tentang pembunuhan
misalnya malalui pers.
2.
Massa merupakan kelompok yagn anonym, atau lebih tepat, tersusun dari individu
individu yang anonim. Sedikit interaksi atau bertukar pengalaman antar
anggota-anggotanya
BAB II
2.1 Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan
Masyarakat
pedesaan (rural community) adalah masyarakat yang penduduknya mempunyai mata
pencaharian utama di sektor bercocok tanam, perikanan, peternakan, atau
gabungan dari kesemuanya itu. Sedangkan masyarakat perkotaan (urban community)
lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang
berbeda dengan masyarakat pedesaan.
2.2 Masyarakat Perkotaan
Masyarakat
perkotaan (urban community) lebih ditekankan pada sifat kehidupannya serta
ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Pengertian
masyarakat perkotaan menurut para ahli :
a.
Wirth,
kota adalah suatu pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh
orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
b.
Max
Weber, kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian
besar kebutuhan ekonominya dipasar lokal.
c.
Dwigth
Sanderson, kota ialah tempat yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih.
Dari beberapa pendapat secara umum dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri
mendasar yang sama. Pengertian kota dapat dikenakan pada daerah atau lingkungan
komunitas tertentu dengan tingkatan dalam struktur pemerintahan.
2.3 Hubungan Desa dan Kota
Masyarakat
pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu
sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan
yang erat. Bersifat ketergantungan, karena diantara mereka saling membutuhkan.
Kota tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan bahan pangan
seperti beras sayur mayur , daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga
kasar bagi bagi jenis jenis pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh
bangunan dalam proyek proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan
raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja
musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan
dibidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka
merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
Interface”,
dapat diartikan adanya kawasan perkotaan yang tumpang-tindih dengan kawasan
perdesaan, nampaknya persoalan tersebut sederhana, bukankah telah ada alat
transportasi, pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan, pasar, dan rumah makan
dan lain sebagainya, yang mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan
kekotaan.
Hubungan
kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena
itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan
makin menentukan kehidupan perdesaan.
Secara
teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui beberapa cara,
seperti:
a.
Ekspansi
kota ke desa, atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah
atau mengambil kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan
besaran dan kecepatan yang beraneka ragam;
b.
Invasi
kota , pembangunan kota baru seperti misalnya Batam dan banyak kota baru
sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau
hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan;
c.
Penetrasi
kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan ke desa. Proses ini
yang sesungguhnya banyak terjadi;
d.
ko-operasi
kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan produk yang bersifat kedesaan ke
kota.
Dari
keempat hubungan desa-kota tersebut kesemuanya diprakarsai pihak dan orang
kota. Proses sebaliknya hampir tidak pernah terjadi, oleh karena itulah
berbagai permasalahan dan gagasan yang dikembangkan pada umumnya dikaitkan
dalam kehidupan dunia yang memang akan mengkota.
2.4 Aspek Positif dan Aspek Negatif
> Konflik (
Pertengkaran)
Ramalan orang kota bahwa masyarakat
pedesaan adalah masyarakat yang tenang dan harmonis itu memang tidak sesuai
dengan kenyataan sebab yang benar dalam masyarakat pedesaan adalah penuh
masalah dan banyak ketegangan. Karena setiap hari mereka yang selalu berdekatan
dengan orang-orang tetangganya secara terus-menerus dan hal ini menyebabkan
kesempatan untuk bertengkar amat banyak sehingga kemungkinan terjadi
peristiwa-peristiwa peledakan dari ketegangan amat banyak dan sering terjadi.
Pertengkaran-pertengkaran yang terjadi
biasanya berkisar pada masalah sehari-hari rumah tangga dan sering menjalar ke
luar rumah tangga. Sedang sumber banyak pertengkaran itu rupa-rupanya berkisar
pada masalah kedudukan dan gengsi, perkawinan, dan sebagainya.
> Kontraversi
(pertentangan)
Pertentangan ini bisa disebabkan oleh
perubahan konsep-konsep kebudayaan (adat-istiadat), psikologi atau dalam
hubungannya dengan guna-guna (black magic). Para ahli hukum adat biasanya
meninjau masalah kontraversi (pertentangan) ini dari sudut kebiasaan
masyarakat.
> Kompetisi
(Persiapan)
Sesuai dengan kodratnya masyarakat pedesaan
adalah manusia-manusia yang mempunyai sifat-sifat sebagai manusia biasanya yang
antara lain mempunyai saingan dengan manifestasi sebagai sifat ini. Oleh karena
itu maka wujud persaingan itu bisa positif dan bisa negatif. Positif bila
persaingan wujudnya saling meningkatkan usaha untuk meningkatkan prestasi dan
produksi atau output (hasil). Sebaliknya yang negatif bila persaingan ini hanya
berhenti pada sifat iri, yang tidak mau berusaha sehingga kadang-kadang hanya
melancarkan fitnah-fitnah saja, yang hal ini kurang ada manfaatnya sebaliknya
menambah ketegangan dalam masyarakat.
> Kegiatan
pada Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan mempunyai penilaian
yang tinggi terhadap mereka yang dapat bekerja keras tanpa bantuan orang lain.
Jadi jelas masyarakat pedesaan bukanlah masyarakat yang senang diam-diam tanpa
aktivitas, tanpa adanya suatu kegiatan tetapi kenyataannya adalah sebaliknya.
Jadi apabila orang berpendapat bahwa orang desa didorong untuk bekerja lebih
keras, maka hal ini tidaklah mendapat sambutan yang sangat dari para ahli.
Karena pada umumnya masyarakat sudah bekerja keras.
2.5 Masyarakat Pedesaan
Masyarakat
pedesaan (rural community) adalah masyarakat yang penduduknya mempunyai mata
pencaharian utama di sektor bercocok tanam, perikanan, peternakan, atau
gabungan dari kesemuanya itu. Pengertian masyarakat pedesaan menurut para ahli
:
a.
Bambang
Utoyo, desa adalah tempat sebagian besar penduduk yang bermata pencarian di
bidang pertanian dan menghasilkan bahan makanan.
b.
Rifhi
Siddiq, desa adalah suatu wilayah yang mempunyai tingkat kepadatan rendah yang
dihuni oleh penduduk dengan interaksi sosial yang bersifat homogen,
bermatapencaharian dibidang agraris serta mampu berinteraksi dengan wilayah
lain di sekitarnya.
c.
Sutarjo
Kartohadikusumo, desa adalah kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat
yang berhak menyelenggarakan rumahtangganya sendiri merupakan pemerintahan
terendah di bawah camat.
2.6 Perbedaan Masyarakat
Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan
Kehidupaan
masyarakat desa berbeda dengan masyarakat kota. Perbedaan yang paling mendasar
adalah keadaan lingkungan, yang mengakibatkan dampak terhadap personalitas dan
segi-segi kehidupan. Kesan masyarakat kota terhadap masyarakat desa adalah
bodoh, lambat dalam berpikir dan bertindak, serta mudah tertipu dsb. Kesan
seperti ini karena masyarakat kota hanya menilai sepintas saja, tidak tahu, dan
kurang banyak pengalaman.
Untuk memahami masyarakata pedesaan dan
perkotaan tidak mendefinisikan secara universal dan obyektif. Tetapi harus
berpatokan pada ciri-ciri masyarakat. Ciri-ciri itu ialah adanya sejumlah
orang, tingal dalam suatu daerah tertentu, ikatan atas dasar unsur-unsur
sebelumnya, rasa solidaritas, sadar akan adanya interdepensi, adanya
norma-norma dan kebudayaan. Masyarakat pedesaan ditentukan oleh bentuk fisik
dan sosialnya, seperti ada kolektifitas, petani iduvidu, tuan tanah, buruh
tani, nelayan dsb.
Masyarakat pedesaan maupun masyarakat
perkotaan masing-masing dapat diperlakukan sebagai sistem jaringan hubungan
yang kekal dan penting, serta dapat pula dibedakan masyarakat yang bersangkutan
dengan masyarakat lain. Jadi perbedaan atau ciri-ciri kedua masyarakat tersebut
dapat ditelusuri dalam hal lingkungan umumnya dan orientasi terhadap alam,
pekerjaan, ukuran komunitas, kepadatan penduduk, homogenitas-heterogenotas,
perbedaan sosisal, mobilitas sosial, interaksi sosial, pengendalian sosial,
pola kepemimpinan, ukuran kehidupan, solidaritas sosial, dan nilai atau sistem
lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar